Mencoba Membaca Serangkai Ironi

Oleh Deni Fidinillah
 
 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by H E T E R O G E N I C (@htrgnc) on

Aku mencoba melepaskan rangkaian foto ini dari teks yang mendampinginya. Melepaskan identitas siapa dan di mana foto ini direkam.

Bergeser dari satu slide ke slide lain dari karya Zulkifli layaknya menyaksikan potongan-potongan upaya sebuah keluarga bertahan hidup di tengah kondisi yang pelik. Pertanyaan pertama yang muncul: permasalahan apa yang mereka hadapi?

Dari slide pertama, kita menyaksikan genangan air. Pun pada slide akhir ditutup dengan genangan air. Aku langsung membayangkan suku Bajau/Bajo di Sulawesi, atau suku Laut di Kepulauan Riau yang hidup di atas permukaan air laut. Hal yang membedakan adalah kedua suku tersebut lahir, tumbuh besar, dan memiliki akar kebudayaan untuk hidup di atas air.

Seseorang bersarung mengenakan peci dengan baju batik berhadapan dengan genangan air, menggenggam tangan ke belakang , wajah menoleh ke samping, dan melirik ke bawah. Apa yang dia pikirkan? Menyesal? Mungkin. Meratapi nasib? Mungkin. Membayangkan keadaan dahulu yang lebih baik? Bisa juga.

Jika merujuk slide foto ke-2, kita kembali menyaksikan genangan air. Namun, sebuah tiang di tengah frame dengan tali yang menggantung di atasnya dan di kedua sisi lain seperti menggantung pada tiang yang sama. Jika tiang itu adalah tiang listrik, kita sedang menyaksikan sebuah genangan air yang dulunya adalah daratan.

Terlepas dari upaya pemanggungan atau bukan, tiga foto awal memberikan rangkaian pertanyaan dan jawaban yang kompleks hingga membawaku ke pertanyaan lainnya. Slide pertama adalah pernyataan dan dijawab oleh slide kedua, kemudian kita dibawa untuk menonton situasi kehidupan yang mereka alami pada slide ketiga.

Lanjutan dari rangkaian foto ini membawaku pada situasi yang lebih kompleks. Melihat foto yang menampilkan dua foto berbingkai yang dipajang di dinding memberiku harapan untuk melihat kehidupan mereka sebelum semua ini terjadi.

Ketika diriku melompat ke slide foto ketujuh-kedelapan, jawaban lain keluar dari pikiranku soal di mana dan apa yang menyebabkan situasi mereka seperti ini. Hutan bakau, upaya untuk mencegah terjadinya intrusi air laut ke daratan. Entah upaya tersebut merupakan intervensi mereka untuk mencegah situasi yang lebih buruk atau hutan bakau tersebut tumbuh alami pemberian dari Tuhan untuk mencegah situasi yang lebih buruk. Lebih tepatnya bagiku untuk menunda situasi yang lebih buruk.

Foto potret seorang ibu paruh baya di tengah hutan bakau dan perahu swakriyanya adalah hal lain bagiku. Foto potret ini memiliki kekuatan yang dalam untuk merasakan pengalaman melihat sisi estetis di tengah suasana sendu yang dibangun sejak awal. Komposisi, cahaya, raut wajah, bahasa tubuh, dan penyajian monokromatik dalam foto ini menjadi penanda yang lebih kompleks dan memunculkan berbagai pertanyaan melebihi foto-foto yang lain.

Foto terakhir, Zulkifli membawa kita berjalan dari luar kemudian masuk melewati lorong-lorong kehidupan keluarga ini dan menyaksikan potongan-potongan situasi hidup yang pelik, tanpa menyaksikan sedikit pun raut wajah ceria, membawa kita kembali ke luar. Menyaksikan apa yang kita lihat sebelumnya dari dalam. Apa yang kudapatkan? Lagi-lagi pengalaman melihat yang memuaskan dahaga visual, meski ironis. Salah satu kekuatan fotografi yang kontradiktif bagiku. Sebagian orang mungkin akan puas ketika melihat foto dramatis peperangan atau foto potret orang yang penuh kesusahan. Bangunan runtuh sekalipun bisa membuat penonton orgasme.

Pada akhirnya apa yang bisa ditawarkan oleh sebuah, serangkai, atau setumpuk foto? Bisa saja kita berharap untuk mengubah keadaan. Jika itu mustahil, yasudah. Pada rangkaian foto yang dibuat oleh Zulkifli, terlalu egois sekiranya jika aku berharap keadaan mereka menjadi tidak lebih baik. Namun, di luar itu, Zulkifli bagiku berhasil memberikan pengalaman yang lain dalam melihat situasi yang pelik. Ironis sekaligus memuaskan (setidaknya bagiku).

Tulisan ini awalnya pernah dipublikasikan dalam rangka Heterogenic Giveaway (April, 2020).