Pesta dalam Kamera 72 Frame

Oleh Danysswara

Suasana pameran Post Party Syndroma, PM-AM, di kafe UD MITRA (9/9/2020). Foto oleh Post Party Syndroma.

Cetakan fotografi dengan butiran film kasar ditempelkan di atas pelat logam khas industrial terpajang di dinding kafe UD MITRA Yogyakarta yang dipenuhi anak-anak muda kelas menengah saat gelombang pandemi masih merangkak naik. Karya fotografi yang menampilkan dokumentasi dari praktik mengarsip party scene di pameran PM-AM dikerjakan secara kolektif oleh Post Party Syndroma. Dalam pameran ini kita tidak perlu membicarakan cetakan foto prima yang seakan-akan lebih indah dari situasi sesungguhnya seperti yang dilakukan oleh para pictorialist karena yang menarik dari praktik fotografi ini adalah semangat dan keberaniannya membawa fotografi analog untuk dipresentasikan sebagaimana mestinya, yaitu dalam sebuah pameran fisik di ruang publik. Bukan dengan layar telefon genggam yang diberi tanda pagar #indo35mm dan tanda pagar lainya.

Pameran PM-AM hanya berlangsung 14 jam atau dari jam 10 AM – 12 PM. Pameran yang sengaja dibuat singkat dan dianggap selayakya sebuah perayaan. “Kalo kamu tidak bisa datang yah lewati ajah”, itu sih yang dibilang sama Post Party B. Ruang pamer sangat membaur dengan para pengunjung kafe dan sangat intim karena penuh dengan interaksi setiap pengunjung, suara musik yang keras, serta foto yang dicetak di kain dengan skala ukuran 1:1 dengan manusia aslinya seakan-akan membawa atmosfer pameran seperti sedang di dalam party yang sesungguhnya, walaupun tanpa minuman beralkohol, kayaknya sih cuma kopi yang creamy aja.

Para fotografer dari proyek ini tidak mau disebut sebagai personal dan seakan-akan menyembunyikan identitasnya. Namun, mereka tetap akan bertanggung jawab dengan proyeknya seperti para street artist yang menyembunyikan dirinya di balik nama besar dan karya monumentalnya. Di saat para fotografer lainnya yang selalu menjunjung tinggi nilai adiluhung dari nilai hak cipta, bahkan hak ciptanya sudah melekat dengan sang fotografer saat tombol rana ditekan.

Mereka menyebut setiap fotogafernya di Post Party Syndroma dengan Post Party A, Post Party B, C, D, E, F dan tentu saja sang inisiator adalah Post Party A. Praktik ini sangat terbuka bagi siapa pun bahkan mereka meletakkan kamera point-and-shoot 35mm yang 36 frame atau yang 72 frame di meja bar agar bisa dipakai oleh siapa pun, bagi yang ingin menjadi fotografer dari pengarsipan party scene ala Post Party Syndroma dan nantinya foto penuh dari satu roll kamera akan dibagikan melalui Google Drive yang bisa diakes siapapun dengan lisensi Creative Common.

Salah satu halaman Google Drive Post Party Syndroma.

Kamera analog point-and-shoot 35mm yang 36 frame atau yang 72 frame menjadi modal awal dalam proyek ini. Alasan mereka mengkhususkan melakukan pendokumentasian dengan kamera film adalah karena risih dengan kebiasaan setiap pengunjung yang selalu ingin melihat fotonya di LCD dan meminta diulang bila foto dianggap kurang sempurna. Banyak efek kejut yang akan didapatkan saat satu roll di-develop di lab film.

Banyak momen yang tidak terkira karena kamera bisa digunakan oleh siapa pun saat party berlangsung. Sering kali mereka tidak memanggungkan subjek, tidak diatur, semua direkam dengan sangat organik. Akhirnya memberikan ekspresi pandangan yang kosong, ekspresi wajah yang banal, dan wajah yang khas sedang dalam pengaruh alkohol. Tentu fotografer juga dalam pengaruh alkohol dan sangat erat dengan semangat dari Lomography “Don’t think” & “Be fast”.

Bagi Post Party Syndroma untuk alasan teknis, syarat penggunaan alat perekam yang mereka gunakan untuk proyek ini adalah kamera analog dengan frame yang banyak karena akan ada banyak momen tidak terkira akan terjadi, dan penggunaan flash tentunya. Flash menjadi unsur vital dalam pendokumentasian ini karena kebanyakan party dilakukan di tempat yang minim cahaya, bahkan kamera dengan lensa f/0.95 dan film ASA ribuan belum tentu lebih baik dengan ASA 200, f/4, yang ditambah flash. Flash pun juga bukan gangguan yang bisa mendistraksi suasana karena akan membaur dengan berbagai macam lampu saat party, apalagi lampu strobo yang karakternya seperti flash.

Dokumentasi pameran PM-AM. Foto oleh @aykeadp, Post Party Syndroma, @bembuts.

Menciptakan safe space di scene party adalah visi terbaru dari Post Party Syndroma. Menjaga teman-temannya dari tindakan yang tidak menyenangkan karena sedang dalam keadaan tidak sadar yang tidak disengaja. Keadaan tersebut tidak jarang memicu berbagai macam hal seperti perkelahian atau bisa juga pelecehan seksual. Visi tersebut hadir setelah mereka merasakan adanya dampak positif dari praktik yang awalnya diciptakan untuk mengarsipkan party scene secara visual.

Tema Stanger, Lover, Share, Familiar Face adalah bab atau tema-tema kecil yang dipilih untuk menjadi alur dari zine Post Party Syndroma Vol. 00: As An Audience. Zine adalah salah satu bentuk pengembalian momen kepada publik, selain adanya halaman Google Drive yang bisa diakses bersama dan perhelatan pameran PM-AM sendiri.

Salah satu karya dalam pameran PM-AM yang dieksperimen pada tahap pasca pemotretan, Zine Vol. 00, yang dipajang pada meja bar. Foto oleh @ud_mitra.

Untuk mengetahui praktik terkait yang dilakukan oleh Post Party Syndroma, silahkan menelusuri tautan berikut:

Instagram dari Post Party Syndroma

Google Drive dari Post Party Syndroma