Membayar $4.9 untuk Melihat Wajahku Menjadi Semakin Kabhi Khushi Kabhie Gham

Oleh Danysswara

Hasil dari avatar yang dibuat dengan Lensa, sebuah aplikasi yang menggunakan kecerdasan buatan untuk membuat self-portrait

Awalnya aku mengira pekerjaan-pekerjaan yang banyak pengulangan seperti akuntansi dan administrasi akan terlebih dahulu runtuh karena komputerisasi dan AI (Artificial Intelligence). Ternyata malah seni yang mulai diambil alih oleh teknologi. Sekarang kita bersenang-senang memanfaatkan AI yang berperan sebagai pengganti ilustrator. Bagaimana dengan esok? Melihat aplikasi Lensa, aplikasi foto editing yang memiliki fitur pembuatan avatar yang sedang meledak dan populer sebulan terakhir, apakah ini babak baru dalam penciptaan karya seni rupa?

Hampir dua abad lalu sekitar tahun 1840-an, Paul Delaroche–seorang pelukis dengan teknik realis yang memesona, panik setelah melihat Daguerreotype. Hadirnya teknologi fotografi yang kian sempurna di tangan Louis Daguerre, membuat Delaroche sampai beranggapan “From today, painting is dead!”. Praktik pendokumentasian portrait tokoh hadir dengan teknologi yang lebih cepat. Bagaimana bisa membuat portrait tanpa menggoreskan cat di kanvas atau arang di atas kertas? Hari ini (17/12/2022), kekhawatiran yang dialami Delaroche pun mulai terjadi di kalangan seniman. Bedanya, kali ini lawannya adalah AI. Seniman mulai mengampanyekan “NO TO AI GENERATED IMAGES”. AI dikhawatirkan akan merenggut pekerjaan seniman suatu hari.  

Namun, apa benar lukisan telah mati hari ini? Menurutku jawabannya tidak, terbukti nilai lukisan berbeda jauh dengan karya cetak fotografi dan tentunya dari karya yang dibuat dengan AI.

Aplikasi Lensa bukan hal baru untuk memproduksi karya seni rupa dengan AI, sudah banyak platform yang mendahuluinya. Untuk aplikasi Lensa, kita perlu mengenalkan wajah kita kepada mesin tersebut dengan mengunggah 10-20 foto diri kita lalu tunggu 15-30 menit. Aplikasi tersebut akan menerka avatar lainnya dari diri kita. Hasilnya? seperti 8 tahun lalu ketika sedang berselancar di DeviantArt. Bedanya dalam aplikasi ini kita perlu membayar US$4.9, yah setara Rp63.000 yang terasa seperti membayar Gas Fee pada waktu minting NFT.

Kalau lihat avatar punya selebriti yang pakai aplikasi Lensa kok keren-keren ya? Kenapa punyaku sendiri malah terlihat seperti orang India? Mungkin mesin itu membaca wajahku yang punya mata masuk ke dalam, brewokan, dan kulit sawo matang seperti stereotip orang India dan selera komposisi buatannya beberapa sangat jelek. Beberapa foto yang kukirimkan cuma diganti background-nya aja, agak sia-sia rasanya. 

Ada banyak bentuk mesin AI untuk memproduksi karya seni rupa sekarang. Kemarin aku sendiri mencoba Midjourney. Perbedaannya di sini kita perlu menulis atau membuat deskripsi untuk prompt–kumpulan kata kunci yang akan menstimulasi AI dengan detail termasuk bentuk visual, mood, warna, nuansa cahaya. Dia akan memberikan kita 4 opsi dari deskripsi yang kita kasih, walaupun hasilnya masih jauh dari yang aku mau.

Lensa dan Midjourney adalah dua dari sekian banyak mesin dengan kecerdasan buatan yang membantu memproduksi karya seni rupa. Besok, apa lagi yang bisa mereka kerjakan? Aku khawatir, keadaan ini mengingatkanku dengan gejala kemunculan revolusi industri pada abad ke-18, ketika sebagian pekerjaan manusia diambil alih oleh mesin yang tidak perlu istirahat makan siang. 

Sekarang juga sudah makin banyak studio self-portrait yang tidak perlu lagi ada fotografernya. Kamera dan pencahayaan juga sudah diatur untuk dioperasikan oleh pelanggan dengan mudah, 3! 2! 1! Hayo fotografer siap-siap ya!

Bagaimana jika mereka mengambil alih semua sistem elektronik? Seperti USS Discovery pada tahun 2259 harus melarikan diri ke tahun 3189 dengan lorong waktu untuk menyelamatkan data berharga tentang alam semesta yang jika diambil alih oleh AI akan memusnahkan starfleet dan mungkin galaxy.

Manusia atau mesin? Manusia punya perasaan dan emosi, sedangkan mesin tidak. Perasaan, selera, dan pengalaman estetika kita saja perlu seumur hidup untuk kita alami, pelajari, dan pahami. Aku yakin seniman akan tetap bekerja dengan cara yang sama bahkan untuk 100 tahun yang akan datang, tapi buat hobi aja yaaa, kalo beruntung jadi profesional gapapa juga.